SELAMAT DATANG DAN TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG ...BLOG INI HANYA INGIN BERBAGI ILMU DAN INFORMASI BERSAMA..LETS FOLLOW EACH OTHER

Kamis, 31 Mei 2012

MENYALURKAN NIKMAT DALAM KETAATAN BUKAN DALAM MAKSIAT


Oleh : Muhamad Abduh Tausikal


Segala nikmat yang diberikan pada hamba akan ditanyakan, apakah benar kita telah mensyukurinya, atau malah kita jadi orang yang tertipu hingga jadinya kufur nikmat. Betapa banyak orang yang diberi nikmat oleh Allah, namun sayangnya nikmat tersebut disalurkan untuk kemaksiatan.
Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (QS. At Takatsur: 8).
Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan,
Nikmat yang telah kalian peroleh di dunia, apakah benar kalian telah mensyukurinya, disalurkan untuk melakukan hak Allah dan tidak disalurkan untuk perbuatan maksiat? Jika kalian benar-benar bersyukur, maka kalian kelak akan mendapatkan nikmat yang lebih mulia dan lebih afdhol.
Atau kalian malah tertipu dengan nikmat tersebut? Malah kalian tidak mensyukurinya? Bahkan sungguh celaka, kalian malah memanfaatkan nikmat tersebut dalam kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan (QS. Al Ahqaf: 20). Demikian diterangkan dalam Taisir Al Karimir Rahman, hal. 933.
Di antara nikmat yang akan ditanyakan pada hamba di hari kiamat nanti adalah nikmat sehat. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُسْأَلُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِى الْعَبْدَ مِنَ النَّعِيمِ أَنْ يُقَالَ لَهُ أَلَمْ نُصِحَّ لَكَ جِسْمَكَ وَنُرْوِيكَ مِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ
Sungguh nikmat yang akan ditanyakan pada hamba pertama kali pada hari kiamat kelak adalah dengan pertanyaan: “Bukankah Kami telah memberikan kesehatan pada badanmu dan telah memberikan padamu air yang menyegarkan? (HR. Tirmidzi no. 3358. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Di manakah nikmat sehat kita salurkan? Apakah untuk berfoya-foya di dunia? Ataukah dimanfaatkan untuk ketaatan?
Dan kebanyakan orang itu lalai dari nikmat sehat tersebut. Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang (HR. Bukhari no. 6412).
Nikmat sehat itulah yang dikatakan oleh Abu Darda’,
الصِّحَّةُ غِنى الجسد
“Sehat adalah ghina jasad (yaitu bentuk kecukupan yang ada pada badan kita)”. (Kitabusy Syukr, hal. 102. Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 76).
Mengenai surat At Takatsur ayat 8, Ibnu ‘Abbas berkata,
النعيم : صحَّةُ الأبدان والأسماع والأبصار ، يسأَلُ الله العبادَ : فيما استعملوها ؟ وهو أعلمُ بذلك منهم ، وهو قوله تعالى : { إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً }  .
“Yang namanya nikmat adalah badan, pendengaran dan penglihatan yang dalam keadaan sehat. Allah kelak akan menanyakan mengenai nikmat tersebut untuk apakah dimanfaatkan?” Allah yang pasti mengetahui hal itu. Karena Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (QS. Al Isro’: 36). (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 77).
Wahab bin Munabbih berkata bahwa telah tertulis dalam hikmah keluarga Daud,
العافية المُلك الخفيُّ
“Sehat itu bagaikan kerajaan yang tersembunyi”. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 76).
Ibnu Mas’ud berkata,
النعيمُ : الأمنُ والصحة
“Termasuk nikmat adalah rasa aman dan sehat” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir. Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 77).
Intinya sungguh banyak nikmat yang Allah beri, bukan hanya nikmat sehat, namun sedikit yang mau merenungkannya. Padahal semua itu akan dipertanyakan kelak dan dimintai pertanggungjawaban. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya (QS. An Nahl: 18).
Bakr Al Mazini pernah berkata,
يا ابن آدم ، إنْ أردتَ أنْ تعلمَ قدرَ ما أنعمَ اللهُ عليك ، فغمِّضْ عينيك
“Wahai manusia, jika engkau ingin tahu kadar nikmat yang telah Allah peruntukkan bagimu, maka penjamkanlah matamu”
Dalam sebagian atsar disebutkan,
كم مِنْ نِعمَةٍ لله في عرقٍ ساكن
“Betapa banyak nikmat Allah yang terdapat dalam pembuluh darah kita” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 76).
Jarang yang mau merenungkan hal ini. Dikira nikmat hanyalah harta, uang dan duit. Padahal kesehatan –sungguh- adalah nikmat berharga yang patut disyukuri dan masih ada nikmat lainnya.
Sebagaimana keterangan dari Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum (2: 82), bahkan nikmat itu ada dua macam, nikmat diniyyah (agama) dan nikmat duniawiyah. Keadaan selamat, terhindar dari bahaya, kesehatan dan rizki adalah nikmat duniawiyah. Sedangkan bersyukur dengan mengucapkan ‘alhamdulillah’, itu pun nikmat. Nikmat duniawiyah dan diniyyah sama-sama adalah nikmat dari Allah. Kata Ibnu Rajab dan ini yang patut digarisbawahi,
لكن نعمة الله على عبده بهدايته لشكر نعمه بالحمد عليها أفضل من نعمه الدنيوية على عبده ، فإنَّ النعم الدنيوية إنْ لم يقترن بها الشُّكرُ
“Akan tetapi nikmat Allah pada hamba dengan memberi hidayah untuk bersyukur terhadap nikmat dengan mengucapkan ‘alhamdulillah’ lebih afdhol dari nikmat duniawiyah yang diberikan pada hamba. Karena nikmat duniawiyah, jika tidak dikaitkan dengan syukur, maka itu malah jadi musibah.”  Sebagaimana kata Ibnu Hazm,
كل نعمة لا تقرب من الله عز وجل، فهي بلية.
“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.” (Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 82)
Lalu perhatikan lagi perkataan Ibnu Rajab selanjutnya,
Jika Allah memberi taufik pada seorang hamba untuk bersyukur atas nikmat duniawiyah dengan mengucapkan ‘alhamdulillah’ atau dengan melakukan bentuk syukur lainnya, maka nikmat diniyyah ini sendiri adalah lebih baik dari nikmat duniawiyah tersebut dan nikmat diniyyah lebih dicintai di sisi Allah. Karena Allah sangat mencintai orang yang rajin menyanjung-Nya. Allah semakin ridho jika hamba diberi makan, lalu ia memuji Allah atas nikmat tersebut, begitu pula ketika ia minum dan ia pun memuji Allah. Dan pujian Allah terhadap nikmat dan bentuk pujian mereka atas nikmat lebih dicintai oleh Allah dari harta mereka sendiri (Lihat Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 82-83).
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ
“Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan” (Majmu’ Al Fatawa, 11: 135).
Semoga kita menjadi hamba yang bersyukur.
وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur (QS. Ali Imron: 145).
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS. Ibrahim: 7).
Segala puji bagi Allah atas karunia nikmat yang tak henti-henti diberikan pada kita. Mudah-mudahan kita dapat menyalurkan segala nikmat dalam kebaikan, dengan mengakui dalam hati bahwa itu adalah nikmat dari Allah, menyebut ‘alhamdulillah’ dalam lisan, dan menyalurkan nikmat tersebut dalam ketaatan, bukan dalam maksiat.
Wabillahit taufiq.







Kamis, 24 Mei 2012

BAKTI KEPADA ORANG TUA UNTUK MENUJU SURGA


 Oleh : Muhanad Abduh Tausikal

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Di zaman ini, akhlak baik kepada orang tua seakan semakin sirna. Apalagi sudah disibukkan dengan anak dan istri. Atau barangkali ada kesibukan yang sebenarnya tidaklah urgent, namun ketika ortu memanggil, jawaban sang anak, “Aduh Mama, ini lagi asyik nih. Trus saja Oci (panggilan akrabnya) diganggu.” Gitulah anak muda kadang dengan jawaban yang kasar, bahkan sambil marah-marah. Itulah karena terpengaruh TV, lingkungan dan lainnya.
Tak tahukah kita bahwa bermuamalah baik dengan ortu adalah jalan menuju surga?
Coba kita lihat hadits berikut ini yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari rahimahullah dalam kitab Al Adabul Mufrod.
Dari Thaisalah bin Mayyas , ia berkata,
كُنْتُ مَعَ النَّجَدَاتِ ، فَأَصَبْتُ ذَنُوْبًا لاَ أَرَاهَا إِلاَّ مِنَ الْكَبَائِرِ، فَذَكَرْتُ ذَالِكَ ِلابْنِ عُمَرَ. قاَلَ: مَا هِىَ؟ قلُتْ:ُ كَذَا وَكَذَا. قَالَ: لَيْسَتْ هَذِهِ مِنَ الْكَبَائِرِ، هُنَّ تِسْعٌ: اْلإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَقَتْلُ نِسْمَةٍ، وَالْفِرَارُ مِنَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَةِ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ، وَإِلْحَادُ فِي الْمَسْجِدِ، وَالَّذِيْ يَسْتَسْخِرُ ، وَبُكَاءُ الْوَالِدَيْنِ مِنَ الْعُقُوْقِ، قاَلَ: لِي ابْنُ عُمَرَ: أَتَفَرَّقُ النَّارَ ، وَتُحِبُّ أَنْ تَدْخُلَ الْجَنَّةَ؟ قُلْتُ: إِيْ، وَاللهِ! قَالَ: أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قُلْتُ: عِنْدِيْ أُمِّىْ. قَالَ: فَوَاللهِ! لَوْ أَلَنْتَ لَهَا الْكَلاَمَ، وَأَطْعَمْتَهَا الطَّعَامَ، لَتَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ مَا اجْتَنَبْتَ الْكَبَائِرَ.
"Ketika tinggal bersama An Najdaat, saya melakukan perbuatan dosa yang saya anggap termasuk dosa besar. Kemudian saya ceritakan hal itu kepada ‘Abdullah bin ‘Umar. Beliau lalu bertanya, ”Perbuatan apa yang telah engkau lakukan?" ”Saya pun menceritakan perbuatan itu.” Beliau menjawab, "Hal itu tidaklah termasuk dosa besar. Dosa besar itu ada sembilan, yaitu mempersekutukan Allah, membunuh orang, lari dari pertempuran, memfitnah seorang wanita mukminah (dengan tuduhan berzina), memakan riba', memakan harta anak yatim, berbuat maksiat di dalam masjid, menghina, dan [menyebabkan] tangisnya kedua orang tua karena durhaka [kepada keduanya].” Ibnu Umar lalu bertanya, "Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?" ”Ya, saya ingin”, jawabku. Beliau bertanya, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" "Saya masih memiliki seorang ibu", jawabku. Beliau berkata, "Demi Allah, sekiranya engkau berlemah lembut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan makanan baginya, sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 8, shahih. Lihat Ash Shahihah 2898)
Lihatlah  akhi ... saksikanlah ukhti ... bagaimana dengan sikap lemah lembut pada orang tua yang mengandung dan membesarkan kita bisa memasukkan dalam surga! Subhanallah ... Ternyata begitu ringan amalan tersebut bagi siapa yang Allah mudahkan.
Disebutkan oleh Imam Al Bukhari pula dalam kitab yang sama, dari Urwah, ia berkata mengucapkan firman Allah,
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.” (QS. Al Isro’: 24)
قاَلَ: "لاَ تَمْتَنِعْ مِنْ شَيْءٍ أحَبَّاهُ
Lalu ia berkata, "Janganlah engkau menolak sesuatu yang diinginkan oleh keduanya." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 9, shahih secara sanad)
Cobalah renungkan kedua hadits di atas. Berlemah lembut pada ortu sungguh luar biasa. Amalan sederhana. Namun memang butuh dilatih. Apalagi kita mesti menghadapi orang tua yang mudah emosi, sedikit-sedikit marah. Memang butuh kesabaran. Kalau kita mengingat balasan lemah lembut, sungguh itu akan membuat kita berakhlak baik pada mereka. Cobalah membalas keburukan dengan kebaikan. Moga saja kita dimudahkan oleh untuk bisa melakukannya. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)
Sahabat yg mulia, Ibnu 'Abbas -radhiyallahu 'anhuma- mengatakan, "Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini."
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, "Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa." (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/243)
Semoga kita kembali teringat dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ
"Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina." Ada yang bertanya, "Siapa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga." (HR. Muslim no. 2551)
Jadikanlah bakti pada orang tua, berlemah lembut pada mereka sebagai jalan menuju surga yang penuh kenikmatan yang tiada tara.
Dari Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ وَ سَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
"Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)
Semoga kita mengingat perkataan amat bagus dari Ka’ab Al Ahbar. Beliau pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau mengatakan,
إذا أمرك والدك بشيء فلم تطعهما فقد عققتهما العقوق كله
Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (Birrul Walidain, hal. 8, Ibnul Jauziy)
Semoga Allah beri taufik dan kemudahan bagi kita sekalian untuk berlemah lembut dan berakhlak pada orang tua kita yang amat kita kasihi. Wallahu waliyyut taufiq.
- Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat -