Sebagian orang
mencari ketenangan dengan perbuatan sia-sia, sebagian mereka bahkan
mencari ketenangan di tempat-tempat kemaksiatan. Semua itu keliru dan
fatal akibatnya. Alih-alih ketenangan, semua itu justru akan semakin
membuat hati diliputi kesedihan. Jika pun ketenangan didapatkannya,
namun ia adalah ketenangan yang palsu dan sesaat.
Ketenangan adalah karunia Allah yang hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman. Tentang hal ini Allah berfirman:
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang
mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang
telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Fath [48]: 4)
Syaikh Abdurrahman As-Si’dy rahimahullah berkata, “Allah mengabarkan
tentang karunia-Nya atas orang-orang yang beriman dengan diturunkan
kepada hati mereka sakinah. Ia adalah ketenangan dan keteguhan dalam
kondisi terhimpit cobaan dan kesulitan yang menggoyahkan hati,
mengganggu pikiran dan melemahkan jiwa. Maka diantara nikmat Allah atas
orang-orang yang beriman dalam situasi ini adalah, Allah meneguhkan dan
menguatkan hati mereka, agar mereka senantiasa dapat menghadapi kondisi
ini dengan jiwa yang tenang dan hati yang teguh, sehingga mereka tetap
mampu menunaikan perintah Allah dalam kondisi sulit seperti ini pun.
Maka bertambahlah keimanan mereka, semakin sempurnalah keteguhan
mereka.” (Taisir al Karim: 791)
“Sesungguhnya Allah
telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia
kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati
mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada
mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al Fath [48]: 18)
Jiwa yang tenang dan hati yang teguh adalah senjata orang-orang shaleh
dari sejak dahulu dalam menghadapi kondisi sulit yang mereka temui dalam
kehidupan mereka.
Ashabul Kahfi adalah diantaranya. Saat
mereka mengumandangkan kebenaran tauhid dan orang-orang pun berusaha
untuk menyakiti mereka, sehingga mereka terusir dari tempat mereka
dengan meninggalkan keluarga dan kenyamanan hidup yang sedang mereka
nikmati, serta tinggal di gua tanpa makanan dan minuman, ketenangan dan
keteguhanlah yang membuat mereka mampu bertahan. Allah berfirman tentang
mereka,
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan
benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada
Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami
meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata,
“Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak
menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah
mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS. Al Kahfi
[18]: 14)
Dalam perjalanan dakwah dan jihad Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita tentu ingat kisah perjalanan hijrah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya yang mulia Abu
Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Ketika mereka berdua masuk ke
dalam gua, berlindung dari kejaran orang-orang musyrik yang saat itu
tengah dalam kemarahan yang memuncak dan dengan pedang-pedang yang
terhunus, hingga Abu Bakar berkata, “Jika salah satu mereka menundukkan
pandangannya ke arah kedua sandalnya, niscaya ia akan melihat kita.”
Dalam kondisi genting itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
penuh ketenangan berkata, “Bagaimana menurutmu tentang dua orang, yang
Allah ketiganya.” (Lihat Shahîh al Bukhâri no: 3653, Shahîh Muslim no:
2381)
“Jikalau kamu tidak menolongnya
(Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika
orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang
dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di
waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita,
sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya
kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak
melihatnya.” (QS. Al Taubah [9]: 40)
Kisah lain yang sangat
menakjubkan adalah kisah pada hari perang badar. Musuh dalam kondisi
sangat kuat dan digdaya, dengan persenjataan yang cukup lengkap di depan
mata, menghadapi tentara Allah yang sedikit, persenjataan kurang dan
tanpa persiapan untuk berperang. Akan tetapi ketenangan bersemayam dalam
hati-hati mereka. Maka Allah memenangkan mereka dengan kemenangan yang
jelas.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, “Oleh karena itu,
Allah mengabarkan tentang turunnya ketenangan kepada Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman dalam
situasi-situasi sulit.” (Madâriju al Sâlikîn: 4/392 cet. Dâr al Thîbah)
kEIMANAN mengiringi ketenangan, bukan iman yang ngarang dan hasil
kesimpulan sendiri tetapi merujuk dengan Kitabullah. Gimana bisa Allah
kasih kita ketenangan bila kecenderungan jiwanya bukan bersandarkan
kepada jalan-Nya. Tidak mencari yang terbaik untuk Robb-Nya, bila
kebutuhan duniawi dirinya mati-matian, bergadang, merapatkan sesuatu
hingga melupakan jam-jam sholat awal waktu di Masjid, kemudian tidak ada
jatah sedekah, tidak ada waktu introspeksi diri, benerin anak bini
dijalan Allah, dan lingkungannya.
Ada masalah ? ya semua dari
Allah juga, apakah kita berusaha mencari solusinya ke Allah dengan
sebaik-baiknya ? dan meyakini janji-janji dalam ayat-ayat-Nya. Semua
jawaban ada dalam diri kita masing-masing. Yakin dan mau tunduk dengan
Naungan kehidupan didalam Agama Allah, berserah diri sepenuh hati, yakin
didalam kesabaran, ketawakalan, dan pengorbanan demi mencari Cinta-Nya,
Insya Allah bila hati tulus mengarah kepada-Nya sembari berkorban,
beramal shaleh terbaik, tidak menghabiskan waktunya untuk lalai dalam
keduniaan, menyia-nyiakan waktu dan umur, Insya Allah Allah limpahkan
cahaya ketenangan didalam bathin kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar